Sejarah Masjid Baiturrahman Hampir 150 tahun yang lalu, Masjid Agung Baiturrahman, Aceh, direbut dan dibakar oleh Belanda. Tepatnya, 10 April 1873, ketika pasukan Belanda melancarkan serangan besar-besaran dalam upaya membalas kekalahan mereka sebelumnya. Akan tetapi dalam pertempuran tersebut tidak hanya wilayah Aceh saja yang menjadi tujuan mereke, tetapi masjid Baiturrahman. Selain disita, rumah ibadah kebanggaan Aceh ini juga dibakar sebagian.
Sontak, hal ini memicu masyarakat Aceh yang rela syahid untuk merebut kembali masjid tersebut. Apalagi masyarakat Aceh juga melakukan pelanggaran berat terhadap penjajah. Akibatnya, pertempuran tak terhindarkan pada 14 April 1873. Mengutip buku History of Mosques in Indonesia karangan Abdul Baqir Zein, dalam pertempuran itu Pemerintah Belanda mengalami kerugian yang sangat besar.
Apalagi saat pemimpin mereka, Mayjen J.H.R Kohler tewas di tangan pasukan Aceh. Tidak hanya pimpinan puncak, Belanda juga kehilangan delapan perwira dan 397 prajurit, selain itu 405 orang lainnya luka-luka, termasuk 23 perwira.
Bangunan baru ini dirancang oleh seorang Belanda bernama Gerrit Bruins dari Van Vurgelijke Department Openbare Werken Batavia. Selain itu, pembangunan juga dibantu oleh seorang letnan yang juga merupakan kontraktor asal China bernama Lie A Sie.
Pembangunan kembali masjid menelan biaya sekitar 203 ribu gulden. Pendanaan sebagian besar berasal dari bahan bangunan yang didatangkan dari berbagai daerah. Beberapa material yang dikenal adalah marmer dari China, jendela besi dari Belgia, kayu dari Myanmar dan pilar dari Surabaya. Selain beberapa lainnya yang berasal dari Pulau Penang.
Meski diwarnai perdebatan, pembangunannya selesai pada tahun 1881. Saat itu jumlah kubah masih satu. Hingga akhirnya pada tahun 1935, masjid diperluas dengan penambahan dua kubah di kiri dan kanan sehingga jumlahnya menjadi tiga.
Setelah Indonesia merdeka, pemerintah lebih menaruh perhatian besar terhadap masjid Baiturrahman. Pada tanggal 31 Oktober 1957, dua kubah ditambahkan di bagian belakang dan total lima kubah pada saat itu. Pembangunannya selesai pada tahun 1967. Mengutip dari Eksplorasi Ujung Barat Indonesia oleh Muna Sungkar, mengatakan bahwa luas bangunan masjid ini adalah sekitar 4760 meter persgi. Jumlah kubah kini bertambah menjadi tujuh, serta empat menara dengan tujuh pintu masuk.
Selain Masjid Baiturrahman yang pembangunannya semakin maju, kita juga harus memerhatikan masjid-masjid dipelosok Indonesia yang kurang layak sebagai tempat beribadah. Begitu pula dengan umat muslim yang berada didaerah maupun pedesaan yang tidak terdapat masjid disekitar lingkungan mereka. Kita dapat membantu warga muslim disana dengan menggalang dana melalui https://masjidpedesaan.or.id yang siap membangun masjid untuk umat muslim yang tinggal didesa dan pelosok-pelosok dengan akses yang sulit.